Selasa, 19 Februari 2008

" MENGAPA HARUS PUASA "

"MASA PRAPASKAH MASA YANG INDAH DALAM MEMBANGUN RELASI DENGAN ALLAH" DENGAN PUASA !!!

Musa berpuasa selama 40 hari 40 malam di atas Gunung Sinai. Ia berada bersama-sama Tuhan di sana “40 hari 40 malam lamanya, tidak makan roti dan tidak minum air” (Kel 34: 28).

Dari praktek Musa berpuasa 40 hari 40 malam itu lahirlah praktek berpusasa di kalangan umat Israel. Ada dua macam puasa orang-orang Yahudi. Pertama, puasa wajib yang harus dilakukan pada Hari Raya Pendamaian (Yom Kippour). Pada hari itu seluruh umat Isral wajib berpuasa (Im 23:26-30). Kedua, puasa suka rela yang ditentukan sendiri hari dan jamnya.

Bagi umat Israel puasa bukan dimasudkan untuk “ngengurangi” atau matiraga. Karena bagi mereka makanan merupakan anugerah Allah yang harus diterima penuh syukur dan dinikmati sebaik mungkin. Bagi umat Israel berpuasa berarti: (1). Merendahkan diri kepada Allah untuk menyatakan sikap ketergantungan total padaNya (Im 23:29); (2). Menyiapkan diri untuk berjumpa dengan Allah (Dan 9:3); (3). Menunjukkan ratap pribadi (1 Sam 31:13). (4). Memohon sesuatu karunia (2 Sam 12:16); pengampunan (1Raj 21:27); terang ilahi (Dan 10:3); bersiap diri sebelum memulai melaksanakan tugas atau misi
(Hak 20:17-28).

Yesus berpuasa di padang gurun selama 40 hari 40 malam (Mat 4:2), sebelum memulai karya penyelamatanNya di dunia sebagai tanda penyerahan diriNya secara penuh kepada Allah. Dari pengalaman puasa Yesus, kita mendapatkan beberapa pelajaran :

1). Kita mengetahui arti percobaan atau godaan. Yesus dicobai. Cobaan atau
godaan adalah dorongan atau ajakan untuk menyeleweng dari tugas kewajiban,
kesetiaan dalam bubungan, arah dan tujuan yang harus dicapai, dan cara untuk
mencapai tujuan itu. Dalam hal Yesus menyeleweng dalam cara
menyelamatkan umat manusia.
2). Kita mengenal siapa iblis itu. Iblis adalah dorongan jahat karena naluri dan
nafsu yang tak terkendali, kebiasaan buruk, kehendak salah, pikiran kacau,
cita-cita jahat.
Dalam hal Yesus Iblis mengajak Yesus menyelamatkan manusia dengan cara yang salah.
3). Kita mengeal makna cobaan atau godaan. Godaan dapat berkaitan dengan (1)
tujuan: menjauh atau menyimpang dari tujuan; (2). cara mencapai tujuan;
(3). pengaruh orang; (4). Pengaruh lingkungan. Dalam hal Yesus, cobaan atau
godaan berhubungan dengan cara menyelamatkan umat manusia.
4). Kita mengenal macam godaan. Yesus digoda dalam cara menyelamatkan umat
manusia: membuat batu menjadi roti (Mat 4:2); menjatuhkan diri dari tempat
tinggi (Mat 4:6); dan menyembah setan agar mendapatkan kekuasaan
(Mat 4:9).
5). Kita mengenal saat godaan itu datang. Godaan datang pada Yesus ketika
Yesus lapar (Luk 45:2). Godaan datang pada waktu kita kurang waspada (Yoh
18:12-27); tidak seimbang mental (Mat 14:1-12); dikuasai keinginan salah
yang kuat (Kej 3:1-24), kosong pikiran (2Sam 11:1-27), dan lapar (perhatian,
cinta, harta).

Kita berpuasa untuk meneladan puasa Yesus. Selama berpuasa, kita :

1). Mempertegas visi, misi dan tujuan hidup (Mrk 3:14; 8:34).
2). Mengenal godaan-godaan khas kita sesuai dengan kepribadian, perwatakan
dan bakat, dan status dan profesi hidup kita.
3). Mengenal saat-saat lemah kita di mana kita mudah jatuh ke dalam godaan.
4). Kita tahu apa sikap yang harus kita ambil jika kita jatuh ke dalam godaan
(Yoh 21:15-19).

Hasil yang kita harapkan jika kita berpuasa :

1). Kita lebih siap untuk mewujudkan visi, melaksanakan misi dan mencapai
tujuan hidup sesuai dengan panggilan kita sebagai pengikut Yesus.
2). Kita lebih siap untuk berjumpa dan menyambut Tuhan untuk dibersihkan dari
akar kelamahan kita, mendapatkan penerangan hidup, memperoleh
kemantapan diri dan pangggilan hidup, menerima penugasan. (H. Gunawan)

Kamis, 03 Januari 2008

SELAMAT TAHUN BARU 2008

MEREFLEKSIKAN MAKNA TAHUN BARU

Saat kelahiran adalah saat anugerah. Hidup secara keseluruhan -kelahiran, hidup yang dijalani, dan kematian yang menunggu, diri kita dengan penampilan dan segala potensi, orangtua, suku, ras, tanah air, semua itu ada pada kita bukan karena usaha kita atau pemberian manusia lain, melainkan merupakan anugerah Allah belaka.
Sikap hidup utama yang sebaiknya ada di dalam diri kita adalah bersyukur atas segala anugerah dan melihat hidup ini sebagai saat untuk berkembang dan menyumbang.
Kita manusia berkewajiban mengembangkan diri. Berbeda dengan makhluk-makhluk lain di dunia, yang hanya merupakan makhluk temporalis, yang hidup di dalam waktu, kita adalah makhluk historis, menyejarah, yang hidup dalam waktu dan sadar bahwa diri kita hidup dalam waktu. Sebagai makhluk historis, hidup kita mengikuti proses dari masa lampau, melalui masa kini dan menuju ke masa depan. Tak ada hal entah baik atau buruk yang terjadi secara tiba-tiba. Semua memerlukan proses. Hukum bijak dalam kehidupan adalah: (1). menyiapkan lahan, (2). menabur benih, (3). memelihara tanaman yang sudah tumbuh dari benih, dan baru (4). memetik panen. Tak ada tahap yang boleh dilalui dan diabaikan.
Kita manusia juga harus mengembangkan diri karena kita, manusia, adalah makhluk spiritual, rohani. Makhluk-makhluk lain di dunia hanyalah makhluk naturalis, alamiah. Makhluk-makhluk itu mempunyai pola pengembangan yang pasti sejak awal hidup mereka di dunia.. Sedang kita sebagai makhluk spiritual, kita tidak memiliki pola pengembangan yang sudah ditentukan sebelumnya. Karena itu, meski dipengaruhi oleh lingkungan, pola asuh dalam keluarga dan pola didik di luar keluarga, pengembangan diri kita kita tentukan sendiri melalui kemauan dan keputusan pribadi kita. Untuk mampu mengembangkan diri itu kita manusia dilengkapi dengan: (1). kesadaran diri, (2). hati nurani, (3). kehendak bebas dan (4). imaginasi kreatif.
Tujuan pengembangan diri adalah agar kita mampu memberi sumbangan kepada sesama dan masyarakat. Jika kita mampu mengembangkan segala daya kita: fisik, mental (budi, kehendak, emosi/afeksi), dan potensi-potensi (akademik, seni, olah-raga, hubungan dengan orang lain, kepemimpinan/organisasi, moralitas dan spiritualitas) kita, kita akan mampu memberi sumbangan dan kontribusi nyata dan unggul kepada sesama dan masyarakat kita sesuai denga status hidup dan profesi kita. Dengan kemampuan memberi sumbangan itu hidup kita menjadi bermakna bagi diri kita sendiri, sesama dan masyarakat kita. Itulah inti hidup yang terberkati dan bahagia.
Merayakan Tahun Baru adalah memeriksa: bagaimana perkembangan diri dan pemberian sumbangan kita kepada sesama dan masyarakat kita di masa lampau, terutama tahun silam, dan menetapkan perkembangan dan sumbangan apa yang akan kita berikan di masa depan, terutama tahun baru yang akan datang. Untuk itu, kita perlu mengembangkan sikap, pengetahuan, kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang diperlukan. Selamat Merayakan Tahun Baru.